Rabu, 23 Maret 2016

Belajar dari 'Bebek Nungging'



Saya sebenarnya tidak ambil pusing dengan kasus Zaskia Gotik yang tengah dilaporkan menghina Pancasila, akibat jawaban ‘bebek nungging’ yang ditulisnya atas pertanyaan ‘Apa lambang sila kelima Pancasila?’ Sepertinya dia memang tidak sengaja melakukannya, spontanitas. Tak disangka yang terjadi selanjutnya pun di luar prediksinya. Begitulah manusia. Tempatnya salah dan khilaf. Untuk itu kenapa kita sebagai sesama harus saling mengingatkan, menegur kekhilafan satu sama lain agar tidak terus-terusan jadi orang yang salah.

Tidak bermaksud membahas Zaskia Gotik secara pribadi, hanya saja ada yang menggelitik dari pernyataannya kalau dia cuma lulusan SD dan ‘gak tau’ tentang Pancasila. Hmm. Bukankah kita mendapat materi tentang Pancasila sejak SD? Bahkan jaman dulu (termasuk angkatan Zaskia Gotik), Pancasila itu gencar sekali diajarkan. Sila-sila Pancasila pun selalu lantang diteriakkan minimal seminggu sekali setiap hari Senin bertepatan dengan upacara bendera. Soal PMP (Pendidikan Moral Pancasila) yang selanjutnya berubah menjadi PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) selalu rajin menanyakan tentang Pancasila sampai kepada pasal serta butir-butir UUD 45-nya. Bahkan ketika kelas 5, saya masih ingat pernah diwajibkan menggambar Pancasila dalam kertas kartun besar. Tentu saja harus dengan gambar yang tepat, jangankan lambang masing-masing sila, berapa jumlah bulu dalam sayap dan lehernya segala harus dihitung, kok. Ke arah mana kepala burung menengok pun tidak boleh salah. Saya rasa pelajaran itu tidak cuma berlaku di SD Negeri tempat saya belajar saja kan? Hehehe.Di SD si Neng pastilah diajarkan juga... 

Sekolah Dasar itu kan mempelajari tentang ilmu dan pengetahuan yang dasar dan pada dasarnya pun kita harus tahu, meskipun kadang lupa… bukannya benar-benar ‘gak tau’! 

Nah. Jawaban ‘gak tau’ si Neng ini membuat saya tertawa geli. Gak tahu? Saya lebih suka kalau dia bilang lupa! Artinya dia pernah tahu, hanya saja sedang atau sudah tidak ingat. Setidaknya, itu tidak benar-benar membuatnya tampak benar-benar ‘kosong’. Beneran deh. Saya masih berharap kalau dia lupa saja, bukannya ‘gak tau’. Kalau sampai dia beneran 'gak tahu', artinya ada yang salah sama proses belajarnya dulu. 
Kita bisa memetik hikmahnya dari kasus si Neng. Bagaimanapun belajar adalah tentang sebuah proses. Belajar bukan sekedar menghafal atau mempelajari sesuatu saja demi mendapat nilai, lalu setelah itu lupa. Belajar juga tentang sikap. Belajar perlu ketulusan, keseriusan, serta usaha sungguh-sungguh yang disertai dengan niat. 

Sekali lagi, tulisan ini bukan untuk memojokkan si Neng. Semua peristiwa pasti ada hikmahnya. Semoga kasus 'bebek nungging' ini bisa memberi kita hikmah agar lebih serius lagi saat belajar, entah saat di sekolah atau di mana pun. Karena, tak ada ilmu yang tak bermanfaat. Pengetahuan sekecil apapun bisa saja menyelamatkan kita dari sebuah petaka. Begitulah pentingnya keseriusan dalam belajar. Ingat Iqra yang menjadi ayat pertama yang diturunkan Allah, SWT? 'Bacalah!' Membaca itu bisa berarti banyak hal yang pada akhirnya menuntut kita untuk belajar dan berpikir. Membaca tentang ilmu, membaca situasi dan kondisi, mempelajari segala asumsi, dan memetik hikmah (pembelajaran). Ilmu yang berguna tentunya akan berdampak pada kebaikan, untuk diri kita pribadi dan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar